
Niemba merupakan komunitas belajar bahasa Inggris. Blog ini merupakan keberlangsungan apa saja yang ada di Niemba. Di antaranya berisi rangkuman kegiatan dan sumber belajar bahasa Inggris. Tidak terbatas pada materi belajar saja, ada juga cerita inspiratif, latihan soal, dan informasi kegiatan belajar di Niemba.
Laman
Tampilkan postingan dengan label Action. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Action. Tampilkan semua postingan
STOP IMPORT PENDIDIKAN
Guru bahasa Inggris
Niemba English Well dan SMK 17 Cilegon
HENTIKAN
IMPORT PENDIDIKAN
Beberapa bulan
yang lalu masyarakat Indonesia begitu ramai dengan berita impor daging sapi,
bawang dan beras. Media masa ribut membahas gejolak ekonomi. Semua orang panik
mendengar harga cabe rawit 70 ribu per kilo. Bahkan jengkol sempat 3 kali lipat
harga ayam. Indonesia panik. Indonesia harus merevisi kebijakan impor dalam
negeri, terutama sektor berikut, pendidikan.
Berapa banyak
produk pendidikan masuk ke Indonesia. Bukan ratusan atau ribuan, tapi jutaan. Buku,
modul, CD, kaset, situs yang bersumber dari luar. Sementara di dalam negeri,
Indonesia belum mampu membuat satu pun ekspor dari sektor pendidikan. Sekolah ternama menjadi bangga manakala
mencantumkan logo Oxfort pada spanduknya, buku pelajaran lebih terpandang
jikala Cambridge menjadi penerbitnya, atau Long Man, Marshall Cavendish dan
lain sebagainya.
Lihatlah
sekolah Jakarta yang berlomba menggaet kerjasama, misal TOEFL, dengan lembaga
asing. Dengan biaya yang tinggi, serta iming-iming sertifikat berlogo, orang
rela merogoh kocek ratusan hingga jutaan. Sementara dana dan visa mengalir
sembunyi-sembunyi ke luar negeri. Hingga
saat ini tercatat pengadaan tes TOEFL yang diadakan oleh pihak asing memakan
biaya hingga jutaan per orang. Sedangkan tes serupa yang diadakan oleh pihak
lokal, dengan tanda kutip SAMA SAJA, hanya memakan biaya kurang dari seratus
ribu. Maka penulis berfikir sesungguhnya Indonesia masih terjajah diam-diam
oleh ketidak mampuannya bersaing.
Ribuan sarjana
yang lulus masih belum cukup membuat standar baku untuk tes bahasa Inggris.
Bahkan untuk modul pun masih berlogo luar. Cek lah sekolah dengan papan nama
atas, dari mana buku paket bahasa Inggrisnya? Kenapa bukan buku dari dalam
negeri? Kenapa harus dari impor yang notabene terkadang terkandung unsur
bertolak belakang dengan nilai luhur dan akidah?
Belum ada nama
dalam negeri yang populer dalam pendidikan menjadi tantangan perubahan. Oxford
dan Cambridge mendunia dari produknya yang berstandar, buku-buku terbitan
dengan kualitas prima, dicetak dengan kertas terbaik, diilustrasikan oleh seniman
terbaik, disusun oleh tim terbaik. Mereka memulainya lebih awal. Jauh saat
pasar pendidikan masih sepi. Indonesia belum.
Penulis
khawatir jika logo sudah tertanam lebih dalam seperti minuman soda (Karena belum
ada minuman soda bermerek lokal terkenal), maka dominasi pasar akan jauh lebih
sulit dimenangkan oleh dalam negeri. Bila brand pendidikan luar menancap pada
pelajar Indonesia, siapa yang akan membela negara kita? Terburuk, bila
Indonesia lebih membanggakan produk impor ketimbang produk lokal.
Tulisan ini
merupakan ajakan. APBD negara lebih dari cukup untuk mem-branding-kan merek
lokal ke dunia. Ditambah generasi muda Indonesia yang sudah mampu berprestasi
di tingkat dunia, kita bisa. Dimulai dengan membuat buku dengan kualitas yang
sama, hapus impor pendidikan. Negara Indonesia harus mandiri. Guru-gurunya
harus banyak berkarya. Dimulai dari sebuah blog, kemudian website dan jaringan.
Hentikan impor pendidikan, stop! Sebelum pasar pendidikan jadi tidak terkendali
seperti harga bawang yang setara satu gram emas.
Tiga
Ada 3 hal dalam hidup yang tidak akan kembali:
1. Waktu
2. Kata-kata
3. Kesempatan.
Ada 3 hal yang dapat menghancurkan hidup seseorng:
1. Kemarahan
2. Keangkuhan
3. Dendam.
Ada 3 hal yang tidak boleh hilang:
1. Harapan
2. Keikhlasan
3. Kejujuran
Ada 3 hal yang paling berharga:
1. Kasih Sayang
2. Cinta
3. Kebaikan.
Ada 3 hal dalam hidup yang tidak pernah pasti:
1. Kekayaan
2. Kejayaan
3. Mimpi.
Ada 3 hal yang membentuk watak seseorng:
1. Komitmen
2. Ketulusan
3. Kerja Keras.
Ada 3 hal yang membuat kita sukses:
1. Tekad
2. Kemauan
3. Fokus.
Ada 3 hal yang tidak pernah kita tahu:
1. Rezeki
2. Umur
3. Jodoh/Karma
Ada 3 yang dalam hidup ini pasti:
1. Tua
2. Sakit
3. Mati.
Ada 3 hal yang harus dilakukan sekarang:
1. Baca
2. Renungankan
3. Share ke yg laen
Terakhir, ada 3 alasan orang gak bisa bahasa Inggris:
1. Malas
2. Jarang praktik
3. Gak daftar di Niemba
Xixixi ...
1. Waktu
2. Kata-kata
3. Kesempatan.
Ada 3 hal yang dapat menghancurkan hidup seseorng:
1. Kemarahan
2. Keangkuhan
3. Dendam.
Ada 3 hal yang tidak boleh hilang:
1. Harapan
2. Keikhlasan
3. Kejujuran
Ada 3 hal yang paling berharga:
1. Kasih Sayang
2. Cinta
3. Kebaikan.
Ada 3 hal dalam hidup yang tidak pernah pasti:
1. Kekayaan
2. Kejayaan
3. Mimpi.
Ada 3 hal yang membentuk watak seseorng:
1. Komitmen
2. Ketulusan
3. Kerja Keras.
Ada 3 hal yang membuat kita sukses:
1. Tekad
2. Kemauan
3. Fokus.
Ada 3 hal yang tidak pernah kita tahu:
1. Rezeki
2. Umur
3. Jodoh/Karma
Ada 3 yang dalam hidup ini pasti:
1. Tua
2. Sakit
3. Mati.
Ada 3 hal yang harus dilakukan sekarang:
1. Baca
2. Renungankan
3. Share ke yg laen
Terakhir, ada 3 alasan orang gak bisa bahasa Inggris:
1. Malas
2. Jarang praktik
3. Gak daftar di Niemba
Xixixi ...
Kiai dengan 2 Pedang
Disuatu desa, berdirilah suatu pesantren besar yang terkenal
diseluruh Manca Negara. Pesantren itu terkenal karena hampir semua lulusannya
menjadi orang-orang hebat dan memegang peran penting dimasyarakat. Salah satu
santrinya pernah menjadi kepala negara 15 tahun silam. Beberapa adalah
pembisnis ulung yang mempunyai jaringan bisnis di seluruh dunia. Mereka
terkenal bukan karena kejeniusan, melainkan karena kerja keras dan
kegigihannya. Dapat dipastikan bahwa lulusan dipesantren tersebut tidak kalah
dengan lulusan Harvard atau Oxford.
Pada suatu hari, bapak kiai sekaligus pendiri pesantren ini
mengumpulkan santrinya didalam aula. Akan digelar sebuah acara penyambutan
santri baru kala itu. Tertulis besar diatas spanduk putih.
“Selamat Datang Para Penimba
Ilmu.”
Tempat: “Aula”
Tema: “Ra-ha-sia”
Mojokerto,
Agustus 2010
|
“Kenapa temanya dirahasiakan?” celetuk seorang santri baru. Saat
itu, terkumpul kurang lebih 200 orang dalam aula ber-AC alam.
Suasanapun menjadi sedikit ramai dengan bisikan-bisikan para
santri yang saling berkenalan. Beberapa mencoba menarik perhatian dengan
membahas isu-isu seputar pesantren, “Kamu sudah lihat kiai kita?” “Kata ibuku
dia ga mempan sama peluru loh” seorang santri mulai bergosip. “Ada yang bilang
dia punya keris dirumahnya” tambah seorang santri. “Sttt, jangan ngomong yang
engga-engga, kita disini untuk belajar” tampih
santri yang berwajah tawadhu’.
Tidak lama kiai tersebut muncul sambil membawa sebilah pedang,
golok dan sebuah balok kayu yang besar. Kurang lebih, ukuran baloknya, hampis
setinggi orang dewasa. Dengan memanggul kayu itu sendirian kiai tersebut maju
kepanggung. Diletakkan balok kayu besar, pedang dan golok disamping podium.
Terlihat jelas pedang yang dibawa kiai adalah katana dari jepang. Pedang katana
berasal dari Jepang, dan golok berasal dari Ciomas. Pertama-tama kiai tersebut
mengeluarkan katana dari Jepang.
“Sring!” suara tajam katana membuat bulu kuduk merinding. Saat
dikeluarkan dari sarungnya, terlihat pedang itu terurus dengan baik. Warna peraknya
memantulkan cahaya kemuka santri. Keadaan menjadi sedikit mencekam. Dengan
kuda-kuda seperti samurai, pak kiai mengayunkan pedangnya. Perlahan dia
menaikan tempo kecepatan gerakan. Mengibas-ngibaskan katana yang tajam itu seperti
tongkat pramuka. Dia maju kedepan, mundur kebelajang. Maju lagi, mundur lagi.
Diakhir kemudian dia rapatkan kakinya dan menutup kembali pedang katana tanpa
membuka mata, “Sring”.
Yang kedua adalah golok dari ciomas. Golok itu terlihat biasa
saja. Bahkan kalau diperhatikan gagangnya sudah berkarat. “Krak” suara golok begitu
dikeluarkan dari sarangnya. Seperti gagangnya, isinya pun ternyata sudah
berkarat. Besinya sudah berwarna kuning. Melebihi warna gigi yang jarang
disikat. Sepertinya golok itu ditemukan ditempat sampat atau sesuatu. Tapi
mengapa kiai tersebut mengeluarkan sebilah golok tua? Apa dia akan
mengadukannya dengan katana?
Sebelum beraksi dengan pertunjukan utama, kiai tersebut
bergerak layaknya pendekar. Dengan golok ditangan kanan beliau sigap maju ke
depan. Membuka kuda-kuda serendah dan selebar mungkin. Kali ini beliau terlihat
lebih serasi, maksudku sama-sama tua dengan yang dibawa “Hiaatt!” pekik pak
kiai sambil menghentak tanah. Kami bergetar melihat semangatnya begitu membara.
Kiai kembali mengoyang-goyangkan goloknya, kali ini gayanya berbeda. Gerakannya
sama persis seperti film si Pitung tahun 1980an. “Ciaat!” teriaknya kembali
menutup atraksinya, dan “krek” suara golok yang dimasukan kedalam sarung.
“Wahai santriku, akan ku tunjukan keahlianku kepada kalian.
Keahlian ini dahulu pernah mengusir Belanda dari kampoeng kita. Keahlian yang bisa
menggetarkan bumi. Tanpa keraguan, jika kalian mempelajarinya, kalian akan
disegani. Bahkan peluru akan takut bertemu kalian”. “Betulkan aku bilang!“ seru
santri yang tadi bercerita kepada temannya.
Kemudian kiai tersebut kembali mengeluarkan katana dari
sarungnya “Sring”. Di hadapanya ada sebuah balok kayu besar. Nampak kiai
tersebut berniat membelahnya menjadi dua. Di genggam erat pedang itu dengan
kedua tangannya. Dan dalam satu konsentrasi yang tinggi, Zzzt. Apa yang
terjadi? Apakah kayunya patah?
Tidak. Kayunya lebih kokoh dari sabetan kiai. Beliau ini
tidak putus asa. Kali ini dia mundur beberapa langkah. Maju dengan langkah
besar dan dalam sepersekian detik Zzzt, kembali ia menebaskan katananya kearah
kayu. Apakah kali ini patah? Tidak. Kayunya tetap tidak patah. Sebelum
percobaannya yang ke-3. Kiai tersebut menarik nafas panjang dan menutup pedang
itu kembali. Keadaan hening. Yang ke-3 ini sepertinya akan menjadi
pamungkasnya. Dia berdiri dengan kuda-kuda seorang samurai. Dia membuka ruang
dan bernafas perlahan. Perlahan tapi pasti, tangannya menggenggam batang
katana. Dan dalam hitungan detik, Zzzzttt. Pedang berpindah
Kali ini kiai mengambil pedang yang yang ke dua, golok dari
ciomas “krak”, suara golok dicanut dari darungnya. Kiai terdiam, beliau menutup
mata dan mengangkat golok itu tinggi-tinggi. Lalu dalam sepersekiandetik.
Zrrit. Apakahkayunya patah? Tidak, janya sedikit garetan tepat disisi diurat kayu
lagi. Kali ini kiai mundur beberapa meter. Kemudian berlari cepat kilat menyongsong
balok kayu yang besar dan kuat. Dan,,, Zzzt Apakah kayunya patah? Tidak juga.
Garetan bertambah jadi dua. Yang ketiga, kiai diam dan dalam beberapa detik
tidak ada tanda-tanda pergerakan, mulutnya sibuk berkomat membaca surat-surat
didalam Al-Qur’an. Setelah sekian lama, matanya mulai terbuka perlahan,
Memegang balok kayu yang besar dengan tangan kirinya.
Sementara tangan kanannya terangkat tinggi dan gemetar seolah ada tenaga maha
dahsyat tangan kiai tersebut bergoyang dengan kerasnya. Dan, “TAK!” suara golok
karatan dan kayu beradu, TIDAK PATAH.Namun kiai tersebut tidak berhenti. Dia
terus memukul balok kayu tersebut dengan golok berkali-kali. Wajah kiai
tersebut berubah. Semula terlihat segar bugar kini mulai memerah. Bajunya yang
kering menjadi basah, termasuk keriaknya. Dia terus melantunkan takbir
”Allahuakbar! Allahuakbar! Allahuakbar!”. Tidak berhenti si kakek terus memukul
balok kayu itu hingga akhirnya menipis. Dengan satu hentakan kuat, kayu besar
pun terbelah menjadi dua.
Sang kiai mengankat dua
balok kayu itu. Terkihat jelas wajahnya memerah dan nafasnya terengah-engah.
Dengan lantang kiai tua berkata, “Santriku sudah kalian saksikan kesaktian ku.
Kesaktian yang tiada duanya. Kesaktian yang menggetarkan bumi. “Inilah
kesaktian dari sebuah kemauan“. Jeda
“Sesungguhnya didalam jiwa kita bersemayam sebuah pedang.
Tapi kita tidak pernah tahu apakah itu berbentuk pedang, golok, keris, arang
atau sebagainya. Dan bilapun kita tahu, maka sebenarnya itu tidak terlalu
penting, karena sesungguhnya yang kita butuhkan adalah kemauan. Dengan kemauan
yang keras apapun bisa dipatahkan. Batu besar, kayu tebal, air terjun. Bahkan
gunung sekalipun. Semua bisa dipatahkan. “Where there’s a will, there‘s away”.
“dimana ada kemauan, di situ ada jalan”. Kiai tersebut turun dari panggung
dengan sempoyongan. Faktor usia tidak dapat ditutupi. Para santri bersorak
dengan kencang sampai kiai hilang dari pandangan.
Bus reot, restoran, dan kloset mampat
Oleh Anas Al Lubab
Entah
mengapa akhir-akhir ini pikiran saya selalu terngiang-ngiang tiga hal
yang saya sebutkan di atas. Mungkin wajar, mengingat angkutan umum ke
rumah saya di kampung Sumurbatu Cikeusik dari terminal Pakupatan Serang
memang tidak semulus angkutan umum perkotaan seperti jurusan Jakarta
atau Bandung. Hanya ada satu dua damri dan dua bus setiap harinya itu
pun dengan penumpang yang selalu sesak berjejal dengan jarak tempuh 4
hingga 5 jam. Ada pun soal restoran, meskipun saya berasal dari kampung
sekali dua kali ya pernah numpang makan (haha), sementara kloset mampat
adalah hal yang paling menjengkelkan. Bagaimana tidak, sedang kebelet
hendak buang hajat kita harus melihat kotoran mengambang (maaf).
Tiga
hal di atas umumnya pernah kita alami, atau paling tidak kita dengar
dari pengalaman orang lain. Lalu apa yang sebenarnya ingin saya
bicarakan,
Shalat juga Pendidikan
Mengusung skema
perubahan dalam rancangan pendidikan bisa dimulai dari mana saja. Disekolah,
tempat beribadah, atau bahkan tempat kursus seperti yang tengah diusahakan
kursus bahasa Inggris Niemba. Kursus ini
didirikan sekitar 9 bulan yang lalu. Niemba adalah singkatan dari Good
(N)obility, (I)ntegrity, (E)fficient, (M)odest, (B)e Brave, dan (A)ction.
Tujuannya satu, yaitu terbang dijalur yang benar. Jalur yang halal dan disukai
Allah SWT. Semua aktifitas yang dilakukan diutamakan agar Allah makin sayang. “Pagi
kami shalat dhuha, saat dzuhur kami istirahat dan sorenya kita berjama’ah
kemasjid bersama guru dan muridnya kecuali yang perempuan. Shalat menjadi yang
paling utama karena shalat juga pendidikan” tutur pendirinya yang baru berusia
24 tahun. “Kita belajar karena perintah Allah, sekarang Allah sudah manggil
masa kita masih dikelas” tutupnya.
Masalah shalat
kerap dibahas dalam beberapa forum. Mulai dari tata cara, waktu-tempat,
sah-batal, hingga khasiat dan kegunaannya. Hanya saja dalam skema pendidikan
pertanyaan ini sering muncul “Bolehkah kita menunda shalat dengan alasan
belajar?”
Menurut ust. Abu
Sangkan cara shalat seseorang berhungan erat dengan kesehariannya. Shalat
mendidik umat muslim untuk jujur, bertanggung jawab, dan menghargai waktu. Ada
kekuatan besar dalam shalat yang bisa mengususng perubahan dalam wajah
pendidikan Indonesia. Bahkan dengan jelas dituturkan dalam Al-Qur’an “Inna
shalata tanha anil fahsya’I wal mungkar” sesungguhnya
shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Maka dari situ, hanya ada dampak baik baik bagi pendirinya. Apalagi
yang menjalankannya sesuai syariah dan waktunya. Dan Allahpun menegur
orang yang menunda-nunda shalat sebagai orang yang lalai. Lalu dimanakah para siswa
saat adzan berkumandang? Dimanakah para guru saat waktu shalat tiba? Dimanakah
para pendidik saat mereka harus menggiring anak-anak menuju masjid?
Beberapa
orang belum menyadari betul tanggung jawab sebagai muslim. Muslim tidak hanya
bertanggung jawab untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk orang lain. Ada kisah
seorang ayah yang ditarik dari surga karena tidak mengajarkan anaknya shalat. Dan
hadistnya 100% shoheh. Dimana dengan peran pendidik yang salah satunya
menjembatani nilai-nilai spiritual antara hamba dan tuhannya? Bukankah peran
guru tidak terbatas antara tembok-tembok kelas saja?
Bayangkanlah
disuatu sekolah yang anak-anaknya lusuh. Tidak bergairah untuk belajar. Dengan
peraturan dan tugas-tugas yang harus dikerjakan. Tanpa adanya aspek spiritual
semuanya hanya akan jadi beban. Belum lagi perbedaan pendapat antara teman dan
rekan. Maka tidak heran kalau dinegara-negara atheis jumlah siswa yang bunuh
diri cukup mencengangkan setiap tahun. Tapi coba bayangkan suatu sekolah yang
saat adzan berkumandang mereka ramai-ramai meninggalkan kelas, lalu wudhu
bersama-sama. Setelah itu mereka duduk sambil membasahi lidah dengan
dzikir-dzikir dan mendirikan shalat bersama-sama. Adem banget. Itulah masa
depan. Masa depan yang cerah bagi generasi bangsa. Generasi yang bisa
dibanggakan dan menjadi pemimpin yang memperindah dunia. Kapankah itu terjadi?
Segera, dimulai dari sini, di Niemba English Well.
Artikel ini ku dedikasikan untuk
seluruh pendidik. Beberapa waktu yang lalu diriku mendapat tawaran disebuah
tempat kursus yang yaaaa lumayan menggiurkan tawarannya. Namun ada peraturan
yang melarang siswa dan gurunya meninggalkan kelas saat pelajaran berlangsung,
termasuk shalat yang hanya 10 menit. Seminggu diriku disitu diriku lalu mengundurkan
setelah malakukan perdebatan karena mangusulkan anak-anak untuk shalat berjama’ah.
Thomas Alfa Midi, hehehe...
Edison sendiri memperoleh keahliannya dalam bidang kelistrikan dan
telegraphy (telegraph untuk komunikasi) pada usia belasan tahun. Pada
tahun 1868, di usia 21 tahun, dia telah mengembangkan dan mempatentkan
penemuannya yang berupa sebuah mesin yang merekam telegraph.
Dimasa kecilnya, Edison hanya bersekolah di sekolah yang resmi selama tiga bulan, selanjutnya semua pendidikannya diperoleh dari ibunya yang mengajar Edison di rumah. Ibu Edison mengajarkan Edison cara membaca, menulis, dan matematika. Dia juga sering memberi dan membacakan buku-buku bagi Edison, antara lain buku-buku yang berasal dari penulis seperti Edward Gibbon, William Shakespeare dan Charles Dickens.
Edison di usia 12 tahun, memperoleh penghasilan dengan cara bekerja menjual koran dan surat kabar, buah apel, serta gula-gula di sebuah jalur kereta api. Di usia itu pula, Edison hampir mengalami kehilangan seluruh pendengaran karena penyakit yang dideritanya, penyakit itu membuatnya menjadi setengah tuli. Edison pernah menulis dalam diarinya: "Saya tidak pernah mendengar burung bernyanyi sejak saya berusia 12 tahun."
Pada usia 15 tahun, Edison, sambil tetap berjualan, membeli sebuah mesin cetak kecil bekas yang selanjutnya dipasang pada sebuah bagasi mobil. Kemudian dia mencetak korannya sendiri, WEEKLY HERALD, yang di cetak, diedit dan dijualnya di tempat dia berjualan.
Pada musim panas 1862, Edison menyelamatkan seorang anak berusia tiga tahun yang hampir di tabrak oleh mobil. Ayah dari anak yang diselamatkan adalah kepala stasiun kereta api di tempatnya berjualan. Dan sebagai rasa terima kasih, kepala stasiun tersebut mengajari Edison cara menggunakan telegraph. Setelah 5 bulan mempelajari telegraph, Edison bekerja sebagai ahli telegraph selama 4 tahun. Hampir semua gaji yang didapatnya dihabiskan dengan membangun berbagai macam laboratorium dan peralatan listrik.
Edison sangat senang mempelajari sesuatu dan membaca buku-buku yang ada. Dari semua yang dipelajarinya, Edison menerapkan pelajaran tersebut dengan cara bereksperimen di laboratorium kecilnya. Edison tinggal di laboratoriumnya, hanya tidur 4 jam sehari, dan makan dari makanan yang dibawa oleh asistennya ke laboratoriumnya. Edison melakukan percobaan dan eksperimen terus menerus hingga penemuan-penemuannya menjadi sempurna. Mungkin kata yang cocok untuk menggambarkan kepandaian Edison adalah: "Genius adalah 99% kerja keras"
Taken from:
http://www.ceritakecil.com/tokoh-ilmuwan-dan-penemu/Thomas-Alva-Edison-6
Dimasa kecilnya, Edison hanya bersekolah di sekolah yang resmi selama tiga bulan, selanjutnya semua pendidikannya diperoleh dari ibunya yang mengajar Edison di rumah. Ibu Edison mengajarkan Edison cara membaca, menulis, dan matematika. Dia juga sering memberi dan membacakan buku-buku bagi Edison, antara lain buku-buku yang berasal dari penulis seperti Edward Gibbon, William Shakespeare dan Charles Dickens.
Edison di usia 12 tahun, memperoleh penghasilan dengan cara bekerja menjual koran dan surat kabar, buah apel, serta gula-gula di sebuah jalur kereta api. Di usia itu pula, Edison hampir mengalami kehilangan seluruh pendengaran karena penyakit yang dideritanya, penyakit itu membuatnya menjadi setengah tuli. Edison pernah menulis dalam diarinya: "Saya tidak pernah mendengar burung bernyanyi sejak saya berusia 12 tahun."
Pada usia 15 tahun, Edison, sambil tetap berjualan, membeli sebuah mesin cetak kecil bekas yang selanjutnya dipasang pada sebuah bagasi mobil. Kemudian dia mencetak korannya sendiri, WEEKLY HERALD, yang di cetak, diedit dan dijualnya di tempat dia berjualan.
Pada musim panas 1862, Edison menyelamatkan seorang anak berusia tiga tahun yang hampir di tabrak oleh mobil. Ayah dari anak yang diselamatkan adalah kepala stasiun kereta api di tempatnya berjualan. Dan sebagai rasa terima kasih, kepala stasiun tersebut mengajari Edison cara menggunakan telegraph. Setelah 5 bulan mempelajari telegraph, Edison bekerja sebagai ahli telegraph selama 4 tahun. Hampir semua gaji yang didapatnya dihabiskan dengan membangun berbagai macam laboratorium dan peralatan listrik.
Edison sangat senang mempelajari sesuatu dan membaca buku-buku yang ada. Dari semua yang dipelajarinya, Edison menerapkan pelajaran tersebut dengan cara bereksperimen di laboratorium kecilnya. Edison tinggal di laboratoriumnya, hanya tidur 4 jam sehari, dan makan dari makanan yang dibawa oleh asistennya ke laboratoriumnya. Edison melakukan percobaan dan eksperimen terus menerus hingga penemuan-penemuannya menjadi sempurna. Mungkin kata yang cocok untuk menggambarkan kepandaian Edison adalah: "Genius adalah 99% kerja keras"
Taken from:
http://www.ceritakecil.com/tokoh-ilmuwan-dan-penemu/Thomas-Alva-Edison-6
Langganan:
Postingan (Atom)