Laman

Barang siapa menanam, maka dia akan menuai
Tampilkan postingan dengan label Action. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Action. Tampilkan semua postingan

Kapur, Penghapus dan Al-Qur'an

Ibu Guru berkerudung rapi tampak bersemangat di depan kelas sedang mendidik murid-muridnya dalam pendidikan Syariat Islam. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Ibu Guru berkata, Saya punya permainan. Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada penghapus.

Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah Kapur!, jika saya angkat penghapus ini, maka berserulah Penghapus! Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Ibu Guru mengangkat silih berganti antara tangan kanan dan tangan kirinya, kian lama kian cepat.

Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata, Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah Penghapus!, jika saya angkat penghapus, maka katakanlah Kapur!. Dan permainan diulang kembali.

Maka pada mulanya murid-murid itu keliru dan kikuk, dan sangat sukar untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidak lagi kikuk. Selang beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya.

Anak-anak, begitulah ummat Islam. Awalnya kalian jelas dapat membedakan yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Namun kemudian, musuh musuh ummat Islam berupaya melalui berbagai cara, untuk menukarkan yang haq itu menjadi bathil, dan sebaliknya.

Pertama-tama mungkin akan sukar bagi kalian menerima hal tersebut, tetapi karena terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan kalian mulai dapat mengikutinya. Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti membalik dan menukar nilai dan etika.

Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang pelik, zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang lumrah, sex sebelum nikah menjadi suatu hiburan dan trend, materialistik kini menjadi suatu gaya hidup, korupsi menjadi kebanggaan dan lain lain. Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disedari, kalian sedikit demi sedikit menerimanya. Paham? tanya Guru kepada murid-muridnya. Paham Bu Guru

Baik permainan kedua, Ibu Guru melanjutkan. Bu Guru ada Qur'an, Bu Guru akan meletakkannya di tengah karpet. Quran itu dijagain sekelilingnya oleh ummat yang dimisalkan karpet. Sekarang anak-anak berdiri di luar karpet.

Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Quran yang ada di tengah dan ditukar dengan buku lain, tanpa memijak karpet?

Murid-muridnya berpikir. Ada yang mencoba alternatif dengan tongkat, dan lain-lain, tetapi tak ada yang berhasil.

Akhirnya Sang Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia ambil Quran ditukarnya dengan buku filsafat materialisme. Ia memenuhi syarat, tidak memijak karpet.

Murid-murid, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya. Musuh-musuh Islam tidak akan memijak-mijak kalian dengan terang-terangan. Karena tentu kalian akan menolaknya mentah-mentah. Orang biasapun tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tetapi mereka akan menggulung kalian perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kalian tidak sadar. Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka dibina pundasi yang kuat. Begitulah ummat Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau fondasinya dahulu. Lebih mudah hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dahulu, kursi dipindahkan dahulu, lemari dikeluarkan dahulu satu persatu, baru rumah dihancurkan

Begitulah Yahudi CS menghancurkan kalian. Mereka tidak akan menghantam terang-terangan, tetapi ia akan perlahan-lahan meletihkan kalian. Mulai dari perangai, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun kalian itu Muslim, tetapi kalian telah meninggalkan Syari'at Islam sedikit demi sedikit. Dan itulah yang mereka inginkan.

Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak Bu Guru?" tanya mereka. Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang, misalnya Perang Romawi Yarmuk, Perang Tartar, Andalusia dan lain-lain. Tetapi sekarang tidak lagi. Begitulah ummat Islam. Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya hancur. Tetapi kalau diserang serentak terang-terangan, baru mereka akan sadar, lalu mereka bangkit serentak. Selesailah pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdo'a dahulu sebelum pulang

Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya.

STOP IMPORT PENDIDIKAN

ROKI RANJANI SANJADIREJA, S.PD
Guru bahasa Inggris Niemba English Well dan SMK 17  Cilegon

HENTIKAN IMPORT PENDIDIKAN


Beberapa bulan yang lalu masyarakat Indonesia begitu ramai dengan berita impor daging sapi, bawang dan beras. Media masa ribut membahas gejolak ekonomi. Semua orang panik mendengar harga cabe rawit 70 ribu per kilo. Bahkan jengkol sempat 3 kali lipat harga ayam. Indonesia panik. Indonesia harus merevisi kebijakan impor dalam negeri, terutama sektor berikut, pendidikan.
Berapa banyak produk pendidikan masuk ke Indonesia. Bukan ratusan atau ribuan, tapi jutaan. Buku, modul, CD, kaset, situs yang bersumber dari luar. Sementara di dalam negeri, Indonesia belum mampu membuat satu pun ekspor dari sektor pendidikan.  Sekolah ternama menjadi bangga manakala mencantumkan logo Oxfort pada spanduknya, buku pelajaran lebih terpandang jikala Cambridge menjadi penerbitnya, atau Long Man, Marshall Cavendish dan lain sebagainya.
Lihatlah sekolah Jakarta yang berlomba menggaet kerjasama, misal TOEFL, dengan lembaga asing. Dengan biaya yang tinggi, serta iming-iming sertifikat berlogo, orang rela merogoh kocek ratusan hingga jutaan. Sementara dana dan visa mengalir sembunyi-sembunyi ke luar negeri.  Hingga saat ini tercatat pengadaan tes TOEFL yang diadakan oleh pihak asing memakan biaya hingga jutaan per orang. Sedangkan tes serupa yang diadakan oleh pihak lokal, dengan tanda kutip SAMA SAJA, hanya memakan biaya kurang dari seratus ribu. Maka penulis berfikir sesungguhnya Indonesia masih terjajah diam-diam oleh ketidak mampuannya bersaing.
Ribuan sarjana yang lulus masih belum cukup membuat standar baku untuk tes bahasa Inggris. Bahkan untuk modul pun masih berlogo luar. Cek lah sekolah dengan papan nama atas, dari mana buku paket bahasa Inggrisnya? Kenapa bukan buku dari dalam negeri? Kenapa harus dari impor yang notabene terkadang terkandung unsur bertolak belakang dengan nilai luhur dan akidah?
Belum ada nama dalam negeri yang populer dalam pendidikan menjadi tantangan perubahan. Oxford dan Cambridge mendunia dari produknya yang berstandar, buku-buku terbitan dengan kualitas prima, dicetak dengan kertas terbaik, diilustrasikan oleh seniman terbaik, disusun oleh tim terbaik. Mereka memulainya lebih awal. Jauh saat pasar pendidikan masih sepi. Indonesia belum.
Penulis khawatir jika logo sudah tertanam lebih dalam seperti minuman soda (Karena belum ada minuman soda bermerek lokal terkenal), maka dominasi pasar akan jauh lebih sulit dimenangkan oleh dalam negeri. Bila brand pendidikan luar menancap pada pelajar Indonesia, siapa yang akan membela negara kita? Terburuk, bila Indonesia lebih membanggakan produk impor ketimbang produk lokal.

Tulisan ini merupakan ajakan. APBD negara lebih dari cukup untuk mem-branding-kan merek lokal ke dunia. Ditambah generasi muda Indonesia yang sudah mampu berprestasi di tingkat dunia, kita bisa. Dimulai dengan membuat buku dengan kualitas yang sama, hapus impor pendidikan. Negara Indonesia harus mandiri. Guru-gurunya harus banyak berkarya. Dimulai dari sebuah blog, kemudian website dan jaringan. Hentikan impor pendidikan, stop! Sebelum pasar pendidikan jadi tidak terkendali seperti harga bawang yang setara satu gram emas.

Tiga

Ada 3 hal dalam hidup yang tidak akan kembali:
1. Waktu
2. Kata-kata
3. Kesempatan.

Ada 3 hal yang dapat menghancurkan hidup seseorng:
1. Kemarahan
2. Keangkuhan
3. Dendam.

Ada 3 hal yang tidak boleh hilang:
1. Harapan
2. Keikhlasan
3. Kejujuran

Ada 3 hal yang paling berharga:
1. Kasih Sayang
2. Cinta
3. Kebaikan.

Ada 3 hal dalam hidup yang tidak pernah pasti:
1. Kekayaan
2. Kejayaan
3. Mimpi.

Ada 3 hal yang membentuk watak seseorng:
1. Komitmen
2. Ketulusan
3. Kerja Keras.

Ada 3 hal yang membuat kita sukses:
1. Tekad
2. Kemauan
3. Fokus.

Ada 3 hal yang tidak pernah kita tahu:
1. Rezeki
2. Umur
3. Jodoh/Karma

Ada 3 yang dalam hidup ini pasti:
1. Tua
2. Sakit
3. Mati.

Ada 3 hal yang harus dilakukan sekarang:
1. Baca
2. Renungankan
3. Share ke yg laen

Terakhir, ada 3 alasan orang gak bisa bahasa Inggris:
1. Malas
2. Jarang praktik
3. Gak daftar di Niemba

Xixixi ...

Kiai dengan 2 Pedang


Disuatu desa, berdirilah suatu pesantren besar yang terkenal diseluruh Manca Negara. Pesantren itu terkenal karena hampir semua lulusannya menjadi orang-orang hebat dan memegang peran penting dimasyarakat. Salah satu santrinya pernah menjadi kepala negara 15 tahun silam. Beberapa adalah pembisnis ulung yang mempunyai jaringan bisnis di seluruh dunia. Mereka terkenal bukan karena kejeniusan, melainkan karena kerja keras dan kegigihannya. Dapat dipastikan bahwa lulusan dipesantren tersebut tidak kalah dengan lulusan Harvard atau Oxford.
Pada suatu hari, bapak kiai sekaligus pendiri pesantren ini mengumpulkan santrinya didalam aula. Akan digelar sebuah acara penyambutan santri baru kala itu. Tertulis besar diatas spanduk putih.
“Selamat Datang Para Penimba Ilmu.”
Tempat: “Aula”
Tema: “Ra-ha-sia”
Mojokerto, Agustus 2010

“Kenapa temanya dirahasiakan?” celetuk seorang santri baru. Saat itu, terkumpul kurang lebih 200 orang dalam aula ber-AC alam.
Suasanapun menjadi sedikit ramai dengan bisikan-bisikan para santri yang saling berkenalan. Beberapa mencoba menarik perhatian dengan membahas isu-isu seputar pesantren, “Kamu sudah lihat kiai kita?” “Kata ibuku dia ga mempan sama peluru loh” seorang santri mulai bergosip. “Ada yang bilang dia punya keris dirumahnya” tambah seorang santri. “Sttt, jangan ngomong yang engga-engga, kita disini untuk belajar”  tampih santri yang berwajah tawadhu’.
Tidak lama kiai tersebut muncul sambil membawa sebilah pedang, golok dan sebuah balok kayu yang besar. Kurang lebih, ukuran baloknya, hampis setinggi orang dewasa. Dengan memanggul kayu itu sendirian kiai tersebut maju kepanggung. Diletakkan balok kayu besar, pedang dan golok disamping podium. Terlihat jelas pedang yang dibawa kiai adalah katana dari jepang. Pedang katana berasal dari Jepang, dan golok berasal dari Ciomas. Pertama-tama kiai tersebut mengeluarkan katana dari Jepang.
“Sring!” suara tajam katana membuat bulu kuduk merinding. Saat dikeluarkan dari sarungnya, terlihat pedang itu terurus dengan baik. Warna peraknya memantulkan cahaya kemuka santri. Keadaan menjadi sedikit mencekam. Dengan kuda-kuda seperti samurai, pak kiai mengayunkan pedangnya. Perlahan dia menaikan tempo kecepatan gerakan. Mengibas-ngibaskan katana yang tajam itu seperti tongkat pramuka. Dia maju kedepan, mundur kebelajang. Maju lagi, mundur lagi. Diakhir kemudian dia rapatkan kakinya dan menutup kembali pedang katana tanpa membuka mata, “Sring”.
Yang kedua adalah golok dari ciomas. Golok itu terlihat biasa saja. Bahkan kalau diperhatikan gagangnya sudah berkarat. “Krak” suara golok begitu dikeluarkan dari sarangnya. Seperti gagangnya, isinya pun ternyata sudah berkarat. Besinya sudah berwarna kuning. Melebihi warna gigi yang jarang disikat. Sepertinya golok itu ditemukan ditempat sampat atau sesuatu. Tapi mengapa kiai tersebut mengeluarkan sebilah golok tua? Apa dia akan mengadukannya dengan katana?
Sebelum beraksi dengan pertunjukan utama, kiai tersebut bergerak layaknya pendekar. Dengan golok ditangan kanan beliau sigap maju ke depan. Membuka kuda-kuda serendah dan selebar mungkin. Kali ini beliau terlihat lebih serasi, maksudku sama-sama tua dengan yang dibawa “Hiaatt!” pekik pak kiai sambil menghentak tanah. Kami bergetar melihat semangatnya begitu membara. Kiai kembali mengoyang-goyangkan goloknya, kali ini gayanya berbeda. Gerakannya sama persis seperti film si Pitung tahun 1980an. “Ciaat!” teriaknya kembali menutup atraksinya, dan “krek” suara golok yang dimasukan kedalam sarung.
“Wahai santriku, akan ku tunjukan keahlianku kepada kalian. Keahlian ini dahulu pernah mengusir Belanda dari kampoeng kita. Keahlian yang bisa menggetarkan bumi. Tanpa keraguan, jika kalian mempelajarinya, kalian akan disegani. Bahkan peluru akan takut bertemu kalian”. “Betulkan aku bilang!“ seru santri yang tadi bercerita kepada temannya.
Kemudian kiai tersebut kembali mengeluarkan katana dari sarungnya “Sring”. Di hadapanya ada sebuah balok kayu besar. Nampak kiai tersebut berniat membelahnya menjadi dua. Di genggam erat pedang itu dengan kedua tangannya. Dan dalam satu konsentrasi yang tinggi, Zzzt. Apa yang terjadi? Apakah kayunya patah?
Tidak. Kayunya lebih kokoh dari sabetan kiai. Beliau ini tidak putus asa. Kali ini dia mundur beberapa langkah. Maju dengan langkah besar dan dalam sepersekian detik Zzzt, kembali ia menebaskan katananya kearah kayu. Apakah kali ini patah? Tidak. Kayunya tetap tidak patah. Sebelum percobaannya yang ke-3. Kiai tersebut menarik nafas panjang dan menutup pedang itu kembali. Keadaan hening. Yang ke-3 ini sepertinya akan menjadi pamungkasnya. Dia berdiri dengan kuda-kuda seorang samurai. Dia membuka ruang dan bernafas perlahan. Perlahan tapi pasti, tangannya menggenggam batang katana. Dan dalam hitungan detik, Zzzzttt. Pedang berpindah
Kali ini kiai mengambil pedang yang yang ke dua, golok dari ciomas “krak”, suara golok dicanut dari darungnya. Kiai terdiam, beliau menutup mata dan mengangkat golok itu tinggi-tinggi. Lalu dalam sepersekiandetik. Zrrit. Apakahkayunya patah? Tidak, janya sedikit garetan tepat disisi diurat kayu lagi. Kali ini kiai mundur beberapa meter. Kemudian berlari cepat kilat menyongsong balok kayu yang besar dan kuat. Dan,,, Zzzt Apakah kayunya patah? Tidak juga. Garetan bertambah jadi dua. Yang ketiga, kiai diam dan dalam beberapa detik tidak ada tanda-tanda pergerakan, mulutnya sibuk berkomat membaca surat-surat didalam Al-Qur’an. Setelah sekian lama, matanya mulai terbuka perlahan,
Memegang balok kayu yang besar dengan tangan kirinya. Sementara tangan kanannya terangkat tinggi dan gemetar seolah ada tenaga maha dahsyat tangan kiai tersebut bergoyang dengan kerasnya. Dan, “TAK!” suara golok karatan dan kayu beradu, TIDAK PATAH.Namun kiai tersebut tidak berhenti. Dia terus memukul balok kayu tersebut dengan golok berkali-kali. Wajah kiai tersebut berubah. Semula terlihat segar bugar kini mulai memerah. Bajunya yang kering menjadi basah, termasuk keriaknya. Dia terus melantunkan takbir ”Allahuakbar! Allahuakbar! Allahuakbar!”. Tidak berhenti si kakek terus memukul balok kayu itu hingga akhirnya menipis. Dengan satu hentakan kuat, kayu besar pun terbelah menjadi dua.
Sang  kiai mengankat dua balok kayu itu. Terkihat jelas wajahnya memerah dan nafasnya terengah-engah. Dengan lantang kiai tua berkata, “Santriku sudah kalian saksikan kesaktian ku. Kesaktian yang tiada duanya. Kesaktian yang menggetarkan bumi. “Inilah kesaktian dari sebuah kemauan“. Jeda
“Sesungguhnya didalam jiwa kita bersemayam sebuah pedang. Tapi kita tidak pernah tahu apakah itu berbentuk pedang, golok, keris, arang atau sebagainya. Dan bilapun kita tahu, maka sebenarnya itu tidak terlalu penting, karena sesungguhnya yang kita butuhkan adalah kemauan. Dengan kemauan yang keras apapun bisa dipatahkan. Batu besar, kayu tebal, air terjun. Bahkan gunung sekalipun. Semua bisa dipatahkan. “Where there’s a will, there‘s away”. “dimana ada kemauan, di situ ada jalan”. Kiai tersebut turun dari panggung dengan sempoyongan. Faktor usia tidak dapat ditutupi. Para santri bersorak dengan kencang sampai kiai hilang dari pandangan.

Bus reot, restoran, dan kloset mampat

Oleh Anas Al Lubab
Entah mengapa akhir-akhir ini pikiran saya selalu terngiang-ngiang tiga hal yang saya sebutkan di atas. Mungkin wajar, mengingat angkutan umum ke rumah saya di kampung Sumurbatu Cikeusik dari terminal Pakupatan Serang memang tidak semulus angkutan umum perkotaan seperti jurusan Jakarta atau Bandung. Hanya ada satu dua damri dan dua bus setiap harinya itu pun dengan penumpang yang selalu sesak berjejal dengan jarak tempuh 4 hingga 5 jam. Ada pun soal restoran, meskipun saya berasal dari kampung sekali dua kali ya pernah numpang makan (haha), sementara kloset mampat adalah hal yang paling menjengkelkan. Bagaimana tidak, sedang kebelet hendak buang hajat kita harus melihat kotoran mengambang (maaf).

Tiga hal di atas umumnya pernah kita alami, atau paling tidak kita dengar dari pengalaman orang lain. Lalu apa yang sebenarnya ingin saya bicarakan,

Shalat juga Pendidikan


Mengusung skema perubahan dalam rancangan pendidikan bisa dimulai dari mana saja. Disekolah, tempat beribadah, atau bahkan tempat kursus seperti yang tengah diusahakan kursus bahasa Inggris  Niemba. Kursus ini didirikan sekitar 9 bulan yang lalu. Niemba adalah singkatan dari Good (N)obility, (I)ntegrity, (E)fficient, (M)odest, (B)e Brave, dan (A)ction. Tujuannya satu, yaitu terbang dijalur yang benar. Jalur yang halal dan disukai Allah SWT. Semua aktifitas yang dilakukan diutamakan agar Allah makin sayang. “Pagi kami shalat dhuha, saat dzuhur kami istirahat dan sorenya kita berjama’ah kemasjid bersama guru dan muridnya kecuali yang perempuan. Shalat menjadi yang paling utama karena shalat juga pendidikan” tutur pendirinya yang baru berusia 24 tahun. “Kita belajar karena perintah Allah, sekarang Allah sudah manggil masa kita masih dikelas” tutupnya.
Masalah shalat kerap dibahas dalam beberapa forum. Mulai dari tata cara, waktu-tempat, sah-batal, hingga khasiat dan kegunaannya. Hanya saja dalam skema pendidikan pertanyaan ini sering muncul “Bolehkah kita menunda shalat dengan alasan belajar?”
Menurut ust. Abu Sangkan cara shalat seseorang berhungan erat dengan kesehariannya. Shalat mendidik umat muslim untuk jujur, bertanggung jawab, dan menghargai waktu. Ada kekuatan besar dalam shalat yang bisa mengususng perubahan dalam wajah pendidikan Indonesia. Bahkan dengan jelas dituturkan dalam Al-Qur’an “Inna shalata tanha anil fahsya’I wal mungkar” sesungguhnya shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Maka dari situ, hanya ada dampak baik baik bagi pendirinya. Apalagi yang menjalankannya sesuai syariah dan waktunya. Dan Allahpun menegur orang yang menunda-nunda shalat sebagai orang yang lalai. Lalu dimanakah para siswa saat adzan berkumandang? Dimanakah para guru saat waktu shalat tiba? Dimanakah para pendidik saat mereka harus menggiring anak-anak menuju masjid?
                Beberapa orang belum menyadari betul tanggung jawab sebagai muslim. Muslim tidak hanya bertanggung jawab untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk orang lain. Ada kisah seorang ayah yang ditarik dari surga karena tidak mengajarkan anaknya shalat. Dan hadistnya 100% shoheh. Dimana dengan peran pendidik yang salah satunya menjembatani nilai-nilai spiritual antara hamba dan tuhannya? Bukankah peran guru tidak terbatas antara tembok-tembok kelas saja?
                Bayangkanlah disuatu sekolah yang anak-anaknya lusuh. Tidak bergairah untuk belajar. Dengan peraturan dan tugas-tugas yang harus dikerjakan. Tanpa adanya aspek spiritual semuanya hanya akan jadi beban. Belum lagi perbedaan pendapat antara teman dan rekan. Maka tidak heran kalau dinegara-negara atheis jumlah siswa yang bunuh diri cukup mencengangkan setiap tahun. Tapi coba bayangkan suatu sekolah yang saat adzan berkumandang mereka ramai-ramai meninggalkan kelas, lalu wudhu bersama-sama. Setelah itu mereka duduk sambil membasahi lidah dengan dzikir-dzikir dan mendirikan shalat bersama-sama. Adem banget. Itulah masa depan. Masa depan yang cerah bagi generasi bangsa. Generasi yang bisa dibanggakan dan menjadi pemimpin yang memperindah dunia. Kapankah itu terjadi? Segera, dimulai dari sini, di Niemba English Well.








Artikel ini ku dedikasikan untuk seluruh pendidik. Beberapa waktu yang lalu diriku mendapat tawaran disebuah tempat kursus yang yaaaa lumayan menggiurkan tawarannya. Namun ada peraturan yang melarang siswa dan gurunya meninggalkan kelas saat pelajaran berlangsung, termasuk shalat yang hanya 10 menit. Seminggu diriku disitu diriku lalu mengundurkan setelah malakukan perdebatan karena mangusulkan anak-anak untuk shalat berjama’ah.

Thomas Alfa Midi, hehehe...

Thomas Alva Edison adalah penemu dari Amerika dan merupakan satu dari penemu terbesar sepanjang sejarah. Edison mulai bekerja pada usia yang sangat muda dan terus bekerja hingga akhir hayatnya. Selama karirnya, Thomas Alva Edison telah mempatentkan sekitar dari 1.093 hasil penemuannya, termasuk bola lampu listrik dan gramophone, juga kamera film. Ketiga penemuannya membangkitkan industri-industri besar bagi industri listrik, rekaman dan film yang akhirnya mempengaruhi kehidupan masyarakat di seluruh dunia. Dia juga dikenal sebagai penemu yang menerapkan prinsip 'produksi massal' bagi penemuan-penemuannya.

Edison sendiri memperoleh keahliannya dalam bidang kelistrikan dan telegraphy (telegraph untuk komunikasi) pada usia belasan tahun. Pada tahun 1868, di usia 21 tahun, dia telah mengembangkan dan mempatentkan penemuannya yang berupa sebuah mesin yang merekam telegraph.
Dimasa kecilnya, Edison hanya bersekolah di sekolah yang resmi selama tiga bulan, selanjutnya semua pendidikannya diperoleh dari ibunya yang mengajar Edison di rumah. Ibu Edison mengajarkan Edison cara membaca, menulis, dan matematika. Dia juga sering memberi dan membacakan buku-buku bagi Edison, antara lain buku-buku yang berasal dari penulis seperti Edward Gibbon, William Shakespeare dan Charles Dickens.

Edison di usia 12 tahun, memperoleh penghasilan dengan cara bekerja menjual koran dan surat kabar, buah apel, serta gula-gula di sebuah jalur kereta api. Di usia itu pula, Edison hampir mengalami kehilangan seluruh pendengaran karena penyakit yang dideritanya, penyakit itu membuatnya menjadi setengah tuli. Edison pernah menulis dalam diarinya: "Saya tidak pernah mendengar burung bernyanyi sejak saya berusia 12 tahun."

Pada usia 15 tahun, Edison, sambil tetap berjualan, membeli sebuah mesin cetak kecil bekas yang selanjutnya dipasang pada sebuah bagasi mobil. Kemudian dia mencetak korannya sendiri, WEEKLY HERALD, yang di cetak, diedit dan dijualnya di tempat dia berjualan.


Pada musim panas 1862, Edison menyelamatkan seorang anak berusia tiga tahun yang hampir di tabrak oleh mobil. Ayah dari anak yang diselamatkan adalah kepala stasiun kereta api di tempatnya berjualan. Dan sebagai rasa terima kasih, kepala stasiun tersebut mengajari Edison cara menggunakan telegraph. Setelah 5 bulan mempelajari telegraph, Edison bekerja sebagai ahli telegraph selama 4 tahun. Hampir semua gaji yang didapatnya dihabiskan dengan membangun berbagai macam laboratorium dan peralatan listrik.

Edison sangat senang mempelajari sesuatu dan membaca buku-buku yang ada. Dari semua yang dipelajarinya, Edison menerapkan pelajaran tersebut dengan cara bereksperimen di laboratorium kecilnya. Edison tinggal di laboratoriumnya, hanya tidur 4 jam sehari, dan makan dari makanan yang dibawa oleh asistennya ke laboratoriumnya. Edison melakukan percobaan dan eksperimen terus menerus hingga penemuan-penemuannya menjadi sempurna. Mungkin kata yang cocok untuk menggambarkan kepandaian Edison adalah: "Genius adalah 99% kerja keras"


Taken from:
http://www.ceritakecil.com/tokoh-ilmuwan-dan-penemu/Thomas-Alva-Edison-6