Mengusung skema
perubahan dalam rancangan pendidikan bisa dimulai dari mana saja. Disekolah,
tempat beribadah, atau bahkan tempat kursus seperti yang tengah diusahakan
kursus bahasa Inggris Niemba. Kursus ini
didirikan sekitar 9 bulan yang lalu. Niemba adalah singkatan dari Good
(N)obility, (I)ntegrity, (E)fficient, (M)odest, (B)e Brave, dan (A)ction.
Tujuannya satu, yaitu terbang dijalur yang benar. Jalur yang halal dan disukai
Allah SWT. Semua aktifitas yang dilakukan diutamakan agar Allah makin sayang. “Pagi
kami shalat dhuha, saat dzuhur kami istirahat dan sorenya kita berjama’ah
kemasjid bersama guru dan muridnya kecuali yang perempuan. Shalat menjadi yang
paling utama karena shalat juga pendidikan” tutur pendirinya yang baru berusia
24 tahun. “Kita belajar karena perintah Allah, sekarang Allah sudah manggil
masa kita masih dikelas” tutupnya.
Masalah shalat
kerap dibahas dalam beberapa forum. Mulai dari tata cara, waktu-tempat,
sah-batal, hingga khasiat dan kegunaannya. Hanya saja dalam skema pendidikan
pertanyaan ini sering muncul “Bolehkah kita menunda shalat dengan alasan
belajar?”
Menurut ust. Abu
Sangkan cara shalat seseorang berhungan erat dengan kesehariannya. Shalat
mendidik umat muslim untuk jujur, bertanggung jawab, dan menghargai waktu. Ada
kekuatan besar dalam shalat yang bisa mengususng perubahan dalam wajah
pendidikan Indonesia. Bahkan dengan jelas dituturkan dalam Al-Qur’an “Inna
shalata tanha anil fahsya’I wal mungkar” sesungguhnya
shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Maka dari situ, hanya ada dampak baik baik bagi pendirinya. Apalagi
yang menjalankannya sesuai syariah dan waktunya. Dan Allahpun menegur
orang yang menunda-nunda shalat sebagai orang yang lalai. Lalu dimanakah para siswa
saat adzan berkumandang? Dimanakah para guru saat waktu shalat tiba? Dimanakah
para pendidik saat mereka harus menggiring anak-anak menuju masjid?
Beberapa
orang belum menyadari betul tanggung jawab sebagai muslim. Muslim tidak hanya
bertanggung jawab untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk orang lain. Ada kisah
seorang ayah yang ditarik dari surga karena tidak mengajarkan anaknya shalat. Dan
hadistnya 100% shoheh. Dimana dengan peran pendidik yang salah satunya
menjembatani nilai-nilai spiritual antara hamba dan tuhannya? Bukankah peran
guru tidak terbatas antara tembok-tembok kelas saja?
Bayangkanlah
disuatu sekolah yang anak-anaknya lusuh. Tidak bergairah untuk belajar. Dengan
peraturan dan tugas-tugas yang harus dikerjakan. Tanpa adanya aspek spiritual
semuanya hanya akan jadi beban. Belum lagi perbedaan pendapat antara teman dan
rekan. Maka tidak heran kalau dinegara-negara atheis jumlah siswa yang bunuh
diri cukup mencengangkan setiap tahun. Tapi coba bayangkan suatu sekolah yang
saat adzan berkumandang mereka ramai-ramai meninggalkan kelas, lalu wudhu
bersama-sama. Setelah itu mereka duduk sambil membasahi lidah dengan
dzikir-dzikir dan mendirikan shalat bersama-sama. Adem banget. Itulah masa
depan. Masa depan yang cerah bagi generasi bangsa. Generasi yang bisa
dibanggakan dan menjadi pemimpin yang memperindah dunia. Kapankah itu terjadi?
Segera, dimulai dari sini, di Niemba English Well.
Artikel ini ku dedikasikan untuk
seluruh pendidik. Beberapa waktu yang lalu diriku mendapat tawaran disebuah
tempat kursus yang yaaaa lumayan menggiurkan tawarannya. Namun ada peraturan
yang melarang siswa dan gurunya meninggalkan kelas saat pelajaran berlangsung,
termasuk shalat yang hanya 10 menit. Seminggu diriku disitu diriku lalu mengundurkan
setelah malakukan perdebatan karena mangusulkan anak-anak untuk shalat berjama’ah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thank you :)