Ada sebuah kisah tentang seorang bocah
laki-laki anak seorang tukang kayu yang miskin
namun sangat peduli terhadap pendidikan. Ia telah kehilangan ibunya sejak usia dini, kemudian
ayahnya menikah lagi. Walau begitu bocah ini tetap mencintai ibu tirinya itu.
Sejak dia kecil, dia sangat ingin belajar seperti anak-anak lain. Tapi kondisi
keuangan keluarganya sangat tidak memungkinkan untuk mengenyam pendidikan
dengan tuntas. Pendidikan formal dijalaninya selama kurang lebih satu tahun,
sebelum akhirnya kebutuhan ekonomi memaksa dirinya untuk mundur dari sekolah.
Namun dengan kemampuan membaca dan menulis yang ia pelajari disekolah, bocah
ini tetap berusaha belajar dengan giat untuk mengubah nasib dan bangsanya. Tentu
tidak mudah untuk kalangan underdog
bisa diakui masyarakat apalagi dunia. Siapakah bocah kecil miskin ini? Ya, dialah
Abraham Lincoln sang presiden pertama yang menjunjung tinggi kebebasan kepada
kaum kulit hitam di Amerika. Dalam perjuangannya, semangat belajarnya perlu
dicontoh seluruh rakyat Indonesia.
Disamping pendidikan yang ia pelajari
dari buku-buku, ia juga menanamkan sikap tanggung jawab didalam dirinya. Beliau
tidak hanya memerhatikan pendidikan semata, namun juga sangat memprioritaskan
pentingnya moral dalam berinteraksi dengan orang lain.
Moral sangat menentukan masa depan
siswa. Moral dan pendidikan yang baik akan menunjang keberhasilan seorang siswa
dengan menjalani hidupnya dimasa depan. Peran orang tua sangat membantu keberhasilan
anak, karena pendidikan bermulai dari lingkungan keluarga. Orang tua yang bijak
dalam menghadapi era globalisasi akan mengambil langkah yang efektif untuk
mendukung cara belajar anak. Namun sayangnya, dizaman sekarang ini banyak
pendidikan yang tidak diselingi dengan akhlak dan moral yang baik. Sudah banyak
fakta menyimpang yang terjadi di masyarakat seperti tawuran, seks bebas,
pemakaian obat-obatan terlarang yang masih terjadi di Indonesia. Itu berarti
masih kurangnya pendidikan yang utuh untuk remaja dan anak-anak Indonesia.
Pada kenyataannya, di negara-negara berkembang (termasuk
Indonesia) masih banyak remaja yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan
kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap
perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang
digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai
dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang
banyak menggunakan metode belajar mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya
perhatian pada pengembangan cara berpikir anak. Penyebab lainnya bisa juga
diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang cenderung masih memperlakukan remaja
sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas
perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya. Semestinya, seorang remaja sudah
harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah
menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah
dan mencari solusi terbaik.
Untuk itu, banyak kalangan orang tua
yang ingin anaknya bisa mengikuti perkembangan zaman atau tidak ndeso seperti kata Tukul Arwana.
Menghadapi era teknologi ini para orang tua berlomba-lomba memasukkan anaknya
ke lembaga-lembaga pendidikan informal seperti tempat les atau privat, dengan
maksud untuk mengembangkan bakat anak tersebut. Mereka ingin anak-anaknya kelak
dapat bersaing dalam menghadapi perkembangan zaman yang makin extreme. Banyak
orang tua yang mulai menghunting tempat-tempat kursus yang bonafit dan
menjanjikan.
Dengan sejalannya keinginan orang
tua, sudah banyak pula lembaga-lembaga pendidikan informal yang menawarkan
kursus dengan harga, fasilitas serta jaminan yang menarik. Namun jarang sekali
tempat kursus yang mengedepankan akhlak dan perilaku. Mereka hanya dituntut untuk
dapat menguasai pelajaran yang mereka terima, tapi tidak memedulikan nilai
religiusnya.
Menurut Al-Ghazali akhlak adalah sesuatu yang menetap dalam jiwa dan
muncul dalam perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran terlebih dahulu.
Menurut Aa Gym akhlak adalah spontanitas seseorang. Akhlak bukanlah perbuatan,
kekuatan, dan ma'rifah. Akhlak adalah "haal" atau kondisi jiwa dan
bentuknya bathiniah.
Di Cilegon, sebuah lembaga pendidikan
informal Niemba English Well mempelopori
pentingnya pendidikan kearah sana. Akhlak diutamakan, nilai Ilahiah juga tidak
dikesampingkan. Saat memulai pekerjaan para karyawan dan karyawati membiasakan
diri untuk solat Dhuha sebelum beraktifitas, mereka juga saling bergotong-royong
dalam membersihkan kelas. Kegiatan belajar mengajar dimulai setelah shalat
Zuhur, dan apabila memasuki Ashar mereka akan memberi waktu istirahat untuk
para siswanya melakukan solat berjamaah beserta gurunya. Dengan begitu, akan
tercermin sikap yang baik dalam kebiasaan sehari-hari mereka baik di sekolah maupun
di rumah. ”Akhlak itu payungnya pendidikan”, tutur seorang karyawati di
Niemba English Well. Ilmu yang tinggi
tanpa didasari akhlak akan percuma. Orang lain akan menghargai kita setelah
mereka melihat akhlak dan perilaku kita terlebih dahulu, apabila mereka
menganggap akhlak kita bagus, mereka akan langsung berpikir bahwa kita memiliki
pendidikan yang baik.
Roki Ranjani Sanjadiredja S.Pd, selaku
manager utama dari lembaga pendidikan bahasa Inggris tersebut mengatakan “Pendidikan
yang berahklak merupakan pendidikan yang mempunyai nilai-nilai kesantunan dan
kebaikan tanpa mengenyampingkan nilai-nilai ilahiah”. Kenyataannya, dalam
kegiatan lembaga pendidikan informal masih sangat jarang yang mengedepankan dua
aspek sekaligus, yaitu intelektual dan nilai religius. Lembaga pendidikan
informal seperti tempat kursus juga perlu memberikan pengajaran tentang nilai-nilai
budi pekerti. Ini bisa disisipkan ketika menyampaikan cerita, diskusi, membahas
hot issue, bahkan kegiatan seperti games. Mayoritas penduduk Indonesia beragama
Islam, karena itu perlulah diajarkan akhlakul karimah di dalam
pengajaran.
Akhlak dan pendidikan yang baik akan mencerminkan pola tingkah laku yang
seimbang dan membuahkan kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat. Seperti
kata hadist nabi SAW, kejarlah duniamu seakan-akan kamu hidup seribu tahun
lagi, tapi beribadahlah kamu seakan-akan kamu akan mati esok. Hadist tersebut
mengandung arti yang dalam bagi kehidupan, dimaksudkan agar kita tidak hanya
mengerjar keduniawian semata tetapi juga mempersiapkan bekal untuk di akhirat
sana.
By: Ike Agustiyana for Niemba English Well
By: Ike Agustiyana for Niemba English Well

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thank you :)