Laman

Barang siapa menanam, maka dia akan menuai

Ujian, sahabat siswa


Oleh Roki Ranjani S
CEO di Niemba dan Guru bahasa Inggris SMK YP 17 Cilegon, Banten


Ujian Tengah Semester hari ini baru usai. Siswa ramai berhamburan keluar kelas dengan berbagai ekspresi. Ada yang tersenyum lebar, tertekuk, tertunduk bahkan terpuruk. Entah apa yang bertebaran dalam pikiran-pikiran para penerus bangsa muda.
“Ujian adalah sahabat”, itu lah konsep yang diajarkan Niemba sebuah kursus bahasa Inggris. Ujian bukan lah hakim yang menghakimi seseorang pintar atau kurang pintar. Cerdas atau kurang cerdas. Beruntung atau kurang beruntung. Ujian adalah sahabat baik yang menyampaikan penghargaan atau teguran. Bila hasil baik, maka bersyukur, penghargaan telah datang. Namun sebaliknya, bila hasil kurang baik, maka cara belajar selama ini patut ditinjau ulang.
Kala teman sebangku tidak sanggup memberitahukan kekurangan, ujian yang mengatakannya melalui coretan-coretan merah. Seolah berkata, “Hei, cara belajarmu perlu diubah. Perbaiki ya” atau “Hei, cara belajarmu sudah bagus. Bersyukur ya!”
Ujian selayaknya manusia yang memiliki perasaan. Dia bisa sangat marah bila dibohongi! Perasaan ujian sangat sensitif. Bila dia terus menerus dibohongi, dia akan diam seolah berkata, “Terserah lah! Mau nilaimu bagus kek, mau jelek kek. Aku tidak peduli!” Maka jaga perasaan sahabat ujian dengan selalu bersifat terbuka dan jujur.

Tentu tujuan mengikuti ujian adalah mendapatkan nilai yang baik. Untuk apa ujian kalau dapat nilai yang buruk? Tapi patut berbangga hati dengan hasil yang dikerjakan sendiri. Baik atau pun buruk, secangkir teh manis lebih nikmat setelah kerja keras. Setelah berpeluh kesah bekerja membanting bahu di sawah dengan ditemani matahari yang terbenam sedikit demi sedikit menuju balik bukit. Segelas teh manis, tampak seperti potongan puzzle terakhir yang menyempurnakan kerja keras. Ujian yang jujur adalah teh manis itu. Harus jujur. Bila tidak, tehnya berubah menjadi TEH ASIN. Tidak layak untuk diminum, tidak layak untuk dibanggakan!
Jujur itu mudah dan tidak beresiko. Menyampaikan apa adanya sesuai fakta tanpa bumbu-bumbu lain. Beda dengan tidak jujur yang sulit dan penuh resiko. Mempertaruhkan nama baik untuk jawaban yang belum tentu betul adanya.
Sesungguhnya ujian merupakan cerminan. Manusia se-Indonesia mudah sekali mengatakan gantung leher koruptor! Anak SD, SMP, SMA bila ditanya apa hukuman paling sesuai untuk pencuri uang rakyat, serentak menjawab hukum mati! Ada yang bilang gantung, penjara seumur hidup, potong tangan dan kemaluan. Tapi saat ujian masih nyontek? Gak gaul nih. Padahal jelas tidak dapat uang sepeser pun. Walau dapat nilai satu nol nol, tidak akan ada yang keluar mengejutkan sambil bawa hadiah. Tidak sejuta, sepuluh juta, seratus juta, satu miliar, satu triliun. Bahkan tidak seribu-seribu acan. Gak jadi lebih ganteng. Gak juga lebih kece. Gak juga ada yang muji, “Wih keren banget nyonteknya ga ketahuan!” dengan mata berbinar-binar. Kesenangan yang di dapat pun semu. Tidak layak dibanggakan.
Jujur adalah pesan yang sejak ribuan tahun lalu disampaikan oleh para nabi bukan manusia biasa. Hingga sekarang, pesan tersebut masih menggaung, menjadi pedoman hidup orang-orang bahagia. Maka, sangat baik toh jika ujian dimulai dari diri sendiri. Happy Exam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thank you :)