Satu hari perang berkecamuk di Negara Vietnam, keadaan
kacau, korban berjatuhan suara tembakan memberondong ke segala arah.
2 tahun berlalu. Perang berhenti setelah prajurit serdadu mengambil
alih kemerdekaan dengan peluru. Ribuan nyawa hilang, ratusan menjadi korban
keganasan perang. Banyak yang kehilangan rumah, tempat tinggal, sanak saudara atau
harapan.
Sebuah telpon di San Francisco berbunyi “Mah, pah saya
segera pulang. Perang sudah usai. Tapi saya punya pertanyaan. Saya punya
seorang teman. Saya ingin membawanya pulang bersama.”
“Tentu saja, kenalkan kami kepadanya” jawab mereka.
“Tapi ada sesuatu yang harus kalian ketahui. Dia terluka
parah dalam pertempuran. Satu hari
dia menginjak ranjau. Kami berhasil menyelamatkannya tapi
dia kehilangan kaki dan tangannya.
Dia sudah tidak punya tempat tinggal, bolehkah dia tinggal
bersama kita?”
“Kami sedih mendengarnya nak. Tapi mungkin kita bisa
mencarikannya tempat tinggal.”
“Tidak mah, pah. Saya ingin dia tinggal bersama kita”.
“Nak, kamu tidak tahu apa yang kamu minta. Seseorang yang
cacat hanya akan merepotkan kita. Kita punya urusan kita sendiri dan kita tidak
bisa orang seperti ini menambah beban kita. Sebaiknya kamu pulang dan lupakan
orang itu. Dia akan menemukan caranya sendiri untuk hidup”
Lalu telpon d itutup.
Sang orang tua tidak pernah mendengar kabar lagi darinya.
Beberapa hari kemudian, mereka menerima telpon dari
kepolisian Vietnam. Mereka diberi tahu kalau anak mereka telah meninggal dunia.
Dia lompat dari gedung rumah sakit dimana selama ini dia tinggal. Polisi yakin
itu adalah kasus bunuh diri.
Kedua orang tua sang anak langsung terbang ke Vietnam.
Mereka berharap kabar itu tidak benar adanya. Di dalam ruang mayat kedua orang
tua itu menangis. Dia menemukan anaknya sudah mati tak bernyawa. Terlebih dia
tidak punya tangan dan kaki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thank you :)