Tanpa beasiswa, mungkin kini saya bekerja sebagai lulusan
SLTP. Keyakinan ibu akan Allah Yang Maha Kaya benar-benar menjadi kekuatan
tersendiri bagi saya, hingga akhirnya bisa memperoleh beasiswa untuk kuliah di
negeri impian banyak orang, Jepang. Usia belasan tahun saya lalui dengan penuh
makna. Masih jelas terbayang, saat saya dan kakak memisahkan lembar-lembar
bekas buku catatan yang belum terpakai, lalu menjilidnya menjadi buku catatan baru,
hingga memakai kertas buram yang dibagi dua untuk buku tulis. Buku menjadi
barang langka yang seharusnya dekat dengan status saya sebagai pelajar. Malam
minggu kadang habis untuk merangkum buku pelajaran yang dipinjam dari teman.
Hari Minggu saya gunakan untuk berjualan gorengan ibu, sambil latihan Pramuka
atau PMR di sekolah. Keluarga saya miskin, tapi alhamdulillah anak-anak ibu
lancar semua sekolahnya, tak ada yang tinggal kelas, tak ada yang harus libur
sekolah selama setahun, menunggu uang terkumpul untuk biaya sekolah.
Hampir 4 tahun saya menimba ilmu di Negeri Samurai.
Kehidupan sehari-hari terasa sangat mewah. Ingin makan daging tinggal pilih,
ayam, kambing atau sapi, ingin jalan-jalan tinggal pilih tujuan wisata, ingin
minum apa, bisa langsung beli. Hal yang membuat saya sedih, mengingat keluarga
di rumah harus menunggu Idul Adha untuk makan daging. Tapi saya bersyukur,
sangat bersykur dengan kesempatan menimba ilmu di Universitas Kehidupan di
sini. Dosennya adalah orang-orang baik dan sholeh yang mengingatkan dan
mengajak berbuat baik, saudara seiman yang sama-sama tengah berjuang di negeri
ini.
Saya teringat perkataan Ibnu Jauzi: Wajib bagi seseorang
yang cerdas untuk berusaha menggapai puncak yang bisa ia capai. Andaikata anak
Adam bisa membayangkan bahwa ia sanggup ke langit, maka anda akan melihat bahwa
diamnya ia di bumi adalah perkara yang sangat dibenci. Saya menangkap bahwa
posisi saya sebagai mahasiswa dengan beasiswa yang besarnya bisa untuk hidup
mewah di Jepang seharusnya mampu lebih bermanfaat. Lalu saya pun berusaha
belajar dalam segala hal, mulai memasak sendiri, melatih kemampuan tulis
menulis ala jurnalis, mengotak-atik program untuk siaran dakwah, berlatih
berorganisasi, belajar bergaul dengan banyak orang, dan sebagainya.
Alhamdulillah sudah mulai terasa hasilnya,
keahlian-keahlian baru yang mungkin tak akan pernah saya dapatkan bila saya
berada di Indonesia. Saya berani menggantikan posisi ayah sebagai kepala
keluarga sebelum usia saya genap 20 tahun, memikul tanggung jawab atas
orang tua dan saudara-saudara saya. Saya bisa membiayai adik saya
insyaAllah hingga lulus SMA, biaya rehabilitasi ayah hingga bisa berjalan,
biaya ibu berobat sejak divonis TBC tahun lalu, hingga wisuda kakak saya. Saya
bisa mengkoordinir uang lebih mahasiswa di Jepang untuk disalurkan ke daerah
bencana di atau biaya sekolah anak-anak yang kurang beruntung. Alhamdulillah
saya bisa berkurban dan memberikan takjil buka puasa untuk anak yatim di
kelahiran saya. Saya bisa membantu banyak orang. SubhanAllah. Padahal 4 tahun
yang lalu saya masih seorang pemuda miskin yang kebingunan menatap masa depan.
Membayar biaya kuliah sendiri saja tak sanggup, membiayai sekolah orang
lain adalah hal yang tak pernah terbayangkan. Namun Allah memberikan kesempatan,
karunia, dan keluangan. Ini yang harus bisa saya manfaatkan. Kelebihan yang
pasti akan dimintai pertanggungjawaban.
Saya ingin mengisi masa muda saya di negeri ini dengan
penuh arti, bukan sekedar belajar di kampus, meraih nilai bagus lalu lulus.
Kuliah bisa dimana saja, namun di antara mahasiswa lain saya ingin
punya sesuatu yang lebih, yang membedakan dengan orang kebanyakan. Masa muda
saya harus bisa dimaksimalkan potensinya untuk kemaslahatan umat. Masa
muda harus diisi dengan bijak dan bermanfaat. Masa muda harus disyukuri sebelum
datang masa tua yang membawa banyak keterbatasan dalam koridor menggapai
ridho-Nya.
Setiap pemuda punya potensi yang luar
biasa. Saya yakin setiap orang memiliki caranya masing-masing, namun saya
percaya setiap warna yang ditorehkan semasa muda semuanya indah dan penuh
makna. Saya percaya banyak orang yang lebih beruntung dari saya, memiliki orang
tua yang bisa diajak diskusi, keluangan rejeki, otak yang cerdas, fisik yang
sehat atau ilmu yang bisa bermanfaat. Karena itu saya yakin, masih banyak
pemuda lain yang bisa berbuat jauh lebih baik daripada saya. Seharusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thank you :)