Laman

Barang siapa menanam, maka dia akan menuai

Mendidik Anak dengan Hati

Ani adalah anak yang baik. Ia seperti anak-anak SD lain yang gemar berlari dan tertawa. Keluarganya lengkap. Dari mulai ayah, ibu, dua adik hingga kucing peliharaan. Walaupun Ani tergolong lahir dari keluarga yang amat sangat sederhana, ia tidak pernah merasa kelaparan dan selalu cukup. Satu yang selalu ditanamkan oleh kedua orang tuanya adalah tentang pentingnya bersyukur. Itulah sebabnya mengapa sebelum dan sesudah makan, Ani selalu berdo’a kepada Allah yang telah mencukupkan rezekinya.

Waktu berlalu. Tidak terasa Ani yang dulu di Sekolah Dasar, kini duduk dibangku SMA. Ani sekarang sudah lebih besar. Dengan semua prestasi yang sudah didapatnya, ia tidak lantas besar kepala dan terus bersyukur kehadirat Allah yang Maha ESA. Namun, bak besi yang telah lama terkena air laut, niat dan hasrat dihati mulai susut.

Semua dimulai ketika keluarga Ani mengalami kesulitan ekonomi. Biaya-biaya kebutuhan hidup terus meroket tajam. Krisis memang kejam. Lama kelamaan hati Ani mulai terkikis. Pada suatu hari sepulang sekolah di meja makan seperti biasa sudah tersaji sebuah nasi bungkus. Ketika dibuka ternyata isinya hanya nasi putih, mendoan, capcai, dan sambal. Kali ini Ani merasa benar-benar hambar seolah yang dihadapannya adalah bubur ayam TANPA AYAM. Dengan sisa tenaga sambil menghela nafas, ia berdo’a dengan penuh keterpaksaan robbanaa atina fiddunyaa hasanah wafilakhiroti hasanah waqina adzabanar. Lalu makan. Satu tangan menggenggam sendok, tangan yang lain menopang kepalanya yang hampir ambruk. Dicoelnya separuh, lalu ditinggalkannya. Dikumel-kumel dan dibuang ditempat sampah. Untuk pertama kalinya Ani tidak menghabiskan makanannya. Ia pergi begitu saja.

Satu hari telah berganti. Keesokan hari sepulang sekolah Ani melihat seorang nenek tua sedang mengais-ngais sampah di depan rumahnya. Dipunggungnya ada seorang bayi yang di gendong dengan kain batik using. Dikanannya seorang anak perempuan kecil bertubuh mungil dan tampak lusuh. Dari penampilannya dapat disimpulkan kalau mereka lahir dari keluarga yang kurang beruntung, keluarga pemulung. “Apa yang sedang mereka lakukan?” tanya Ani dalam hati. Sambil bersembunyi, Ani mengintip si perempuan tua itu dari jauh. Setelah selesai, nampaknya si nenek mendapatkan apa yang ia cari. Diangkatlah satu bungkus nasi yang sudah dirubungi ribuan lalat. “Week, pasti basi” pikir Ani. Tanpa canggung kemudian si nenek itu duduk. Disebelahnya anak perempuan kecil tampak senang. Ia mengambil dan membuka bungkus nasi tersebut. Ani seperti akrab dengan bungkusan yang ternyata isinya adalah nasi putih, mendoan, capcai, dan sambal. Persis seperti yang kemarin ia buang. Sang anak perempuan bersorak gembira.

Seolah-olah baru menemukan bunga Antorium yang mahal harganya. Dicium-ciuminya sisa nasi tersebut, hmmm wangi. Lalu dengan segera, tangan kanan gadis tersebut menyambar nasi tersebut. Namum si ibu menampiknya. Sambil tersenyum si ibu mengangkat tangan. Di ikuti oleh anak perempuannya mereka berdo’a bersama-sama.

Tidak terasa hati Ani luluh. Ia berjalan masuk kedalam rumahnya. Detik itu Ani menyadari bahwa Allah mengajarkan 3 hal penting dari nenek tersebut. Pertama: Allah sayang Ani. Buktinya Ani masih bisa sekolah, bermain, dan berkumpul bersama keluarga yang serba cukup. Kedua: Ani berfikir kalau masih banyak orang yang tidak seberuntung kita. Mereka adalah orang yang memerlukan bantuan dari kita. Jangankan bertemu ayam, dengan nasipun jarang-jarang. Ketiga: Alangkah bijaksana bila kita bisa selalu bersyukur baik dalam keadaan susah atau senang. Allah SWT berjanji akan menambahkan karuniaNya bagi siapa yang bersyukur. Lainsyakartum laadzidannakum, walainkafartum inna adzabi lasyadiid.

Mungkin Allah sedang menguji ketabahan hati hambaNya. Mungkin Allah sedang mencari siapa hambanya yang tulus dan ikhlas. Sekarang Ani belajar untuk selalu berbagi kepada orang lain terutama sahabat fakir dan miskin. Dan yang paling penting, Ani belajar untuk selalu bersyukur dengan sepenuh hati. Sambil tersenyum Ani berjalan menuju meja makan. Ani tahu apa yang harus ia lakukan dengan nasi bungkusnya hari ini.
Wahai pembaca yang budiman, saya memang bukan penulis cerita yang handal. Tapi saya yakin kalau cara yang paling efektif mendidik moral anak adalah melalui bercerita. Apalagi bila diselingi dengan pembawaan yang bagus dan lucu. Cerita diatas adalah salah satu cerita yang saya simpan dari guru saya. Saya masih ingat ketika guru saya meringis menirukan suara si nenek saat menceritakan hikmah cerita tersebut. Ia tidak berkata kalau bersyukur itu sangat penting, atau orang yang tidak bersyukur itu adalah orang yang kafir. Tapi cerita itu berbekas dan menjadikan saya pribadi yang Alhamdulillah senang bersyukur.

Begitu dahsyatnya sebuah cerita bagi tumbuh-kembang anak. Tontonan yang paling menarik pastilah berbentuk cerita (setidaknya itu menjadi bukti tidak ada satupun quiz atau game show yang masuk bioskop). Motivator yang handal memberikan motivasi dengan menceritakan keberhasilan atau kegagalan seseorang. Pakar otak kanan Ippho Santosa menyarankan untuk bercerita dalam bukunya 13 Wasiat Terlarang. CEO sekelas Stephen Covey  menulis “A good presenter is a good story teller”. Seorang presenter yang ulung adalah seorang pencerita yang ulung. Belum lagi para da’i kondang kita. Sebut saja Aa Gym, Ustadz Yusuf Mansur, Ustadz Jefri, Kiai H. Zainudin MZ yang juga gemar bercerita dalam dakwahnya. Di Amerika acara yang paling banyak dinanti dan memiliki rating paling tinggi selama dua dekade adalah acara yang menyuguhkan cerita-cerita inspiratif, Oprah. Walaupun pembawa acaranya tidak cantik, tapi kisah-kisahnya sangat menarik. Termasuk Al-Qur’an yang isinya 70% adalah cerita. Saya mulai bertanya-tanya ada apakah dengan bercerita?

Selidik punya selidik, ternyata Jepang Adalah negara maju yang ternyata memiliki budaya bercerita yang kental. Ini bisa dibuktikan dari banyaknya dongeng-dongeng rakyat yang masih hidup hingga saat ini. Sebut saja Tanabata, Dua Kucing dan Dua Onigiri, Kumazo dan Ular Raksasa, Issunboushi, Kaguya Hime, Rashomon, Urashima Taro, Momo Taro, dan masih banyak lagi yang bertahan bahkan telah mendunia. Sayang bagi sebagian orang ini dianggap biasa saja, padahal ini adalah harta karun yang jarang digali bangsa lain.

Hasil penelitian menyatakan banyak sekali manfaat bercerita bagi perkembangan anak. Ini saya sampaikan beberapa, sisanya bisa anda baca di www.niahidayati.net:
1.    Menstimulus daya imajinasi dan kreatifitas anak. Memperkuat daya ingat dan membuka cakrawala pemikiran anak menjadi lebih kritis dan cerdas.
2.    Merupakan cara paling baik untuk mendidik tanpa kekerasan, menanamkan nilai moral dan etika juga kebenaran, serta melatih kedisiplinan. Dengan cerita anak belajar mengenal tindakan-tindakan yang harus dilakukan dan harus ditinggalkan.
3.    Membangun hubungan antara pencerita dan pendengar. Di rumah cerita menjembatani komunikasi antara anak dan orang tua. Di sekolah bercerita dapat membangun keterbukaan antara guru dan murid. Di tempat kerja bercerita dapat memotivasi karyawan untuk giat bekerja. It works. Trust me...

Terakhir, izinkan saya mengutip sebuah pribahasa yang dulu pernah disampaikan guru saya dipesantren “Al-Ilmu fishudur, laa fissutur”. Yang artinya: Ilmu itu di dalam hati, bukan di atas tulisan. Saya yakin sekolah-sekolah maju dimasa depan akan memprioritaskan pengembangan kepribadian akhlak dibandingkan nilai siswa. Saat dimana siswa tidak menjadi zombi yang belajar dikelas. Saat dimana guru mengajar dengan hati bukan tulisan. Dan saat dimana semua guru senang bercerita. Wallahu a’lam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thank you :)